Perang, Langit dan Dua Perempuan (Indonesian)
Publisher:
Publication Date:
Freedom Institute & Penerbit Nalar
2006
Synopsis
In this treatise on the eternal relationship between man, violence, faith and mythology, Laksmi Pamuntjak looks at two seminal essays on a similar topic--Simone Weil's seminal essay, L'Illiade ou le poem de la force, and Rachel Bespaloff's equally powerful essay, De l'Iliade, both written on the eve of World War II--and offers her own 'intervention.'
Praise for
Perang, Langit dan Dua Perempuan (Indonesian)
“Perbincangan filosofis tiga perempuan—Weil, Bespaloff dan Laksmi—ikhwal kekerasan, perang, puisi dan hati. Esai puitis ini tak hanya mendalam, baris-baris kalimatnya menggemakan makna berganda-ganda. Di sini filsafat tak cuma mengusik, ia juga menawan dan cantik.” - Profesor Bambang Sugiharto, Guru Besar Filsafat dan Estetika, Universitas Parahyangan
“Melalui esai yang reflektif dan mengalir, pembaca Perang, Langit dan Dua Perempuanmenyusuri berlapis-lapis tafsir: tafsir Homerus atas mitologi Yunani yang dituangkan dalam Iliad, tafsir Simone Weil dan Rachel Bespaloff atas Iliad, dan akhirnya tafsir Laksmi Pamuntjak atas ketiganya.
Dialog intertekstual ketiga perempuan ini – yang sangat peduli pada masalah zamannya—sangat relevan dan penting bagi intelektual pada masa ini dalam menyikapi kekerasan yang ada disekitar kita. Sebagai pemberi kata terakhir, Laksmi menyarikan bagi kita pelajaran-pelajaran berharga: apa konsekuensi sikap anti-kekerasan yang disuarakan oleh Weil? Bagaimana jika ideologi anti kekerasan itu pada gilirannya mereproduksi kekerasan itu sendiri, dengan meminggirkan aspek-aspek lain dalam teks, dan menghadirkan kekerasan itu kembali secara lebih berjaya? Melalui tafsir Bespaloff yang bertolak pada sisi kemanusiaan, Laksmi memilih alternatif lain, yang lebih membuka ruang untuk memahami dan menghormati Yang Lain dalam sosok musuh kita.
Dengan penuh empati—namun tanpa kehilangan daya kritis atas pemikiran kedua perempuan yang suaranya tenggelam dalam akhir jaman—Laksmi melakukan suatu ‘intervensi’ budaya. Suara-suara dalam Perang, Langit dan Dua Perempuan penting untuk kita dengarkan, agar tragedi-tragedi kemanusiaan dalam sejarah manusia tidak terulang kembali.” - Profesor Melani Budianta, Sastrawan, Guru Besar, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas Indonesia